Pernah dengar Nusa Lembongan? Itu bukan lembaga permasyarakatan tempat para napi di tahan lho, guys. Kata Nusa berasal dari Bahasa Sanskerta  yang artinya Pulau. So, jangan sampai salah ya.  Jadi, Nusa Lembongan ini nama salah satu pulau kecil yang berada di tenggara Pulau Bali. Nusa Lembongan sudah terkenal hingga ke mancanegara, bahkan ketika saya searching di Google dengan keyword Nusa Lembongan, sedikit sekali informasi dalam Bahasa Indonesia. April kemarin, saya dan teman-teman berkesempatan mengintip keindahan bawah laut Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Nusa Penida terletak di tenggara Nusa Lembongan. Kebanyakan titik penyelaman berada di sekitar Nusa Penida sedangkan resort dan dive shop lebih banyak di Nusa Penida.

“Hari ini kita ke ocean lagi ya, diving maksimal kedalaman 18 meter ya”, suara khas Wakary, dive master kami mewarnai setiap pagi kami di Nusa Lembongan. Yap, penginapan dan dive shop kami berada di Nusa Lembongan. Nusa Lembongan dan Nusa Penida beserta segala pernak-perniknya adalah anugerah yang luar biasa dari Yang Maha Kuasa. Pertama kali menginjakan kaki di sana, Pantai Jungut Batu dengan warna biru sebiru-birunya menyambut kami. Saya langsung meyakini bahwa petualangan kami kali ini pasti menyenangkan!

Sabtu, 22 April 2017 pukul 13.00 WITA kami menuju titik penyelaman bernama SD. Saya sempat bertanya-tanya apakah itu sebuah singkatan dari bahasa Inggris dengan arti tertentu? Ternyata tidak, nama SD berasal dari Sekolah Dasar yang berada tidak jauh dari titik penyelaman tersebut. Dengan entries backroll, kami memulai penyelaman. Ombak yang lumayan besar membuat saya harus berenang sepenuh tenaga untuk mendekati dive master kami yang berada di sisi kapal bagian lainnya. “Wah dari atas ombakmya gede, kira-kira di bawah gimana…” batin saya. Setelah turun, kekhawatiran saya mulai surut perlahan. Ombak di atas gede, di bawah arusnya juga gede bro! Katakan saya norak karena untuk baru kali ini saya ngrasain drift dive. Sesuai namanya, “drift dive” drift=arus, dive= penyelaman jadi saya hanya perlu menyelam mengikuti arus tanpa  fins swimming sedikit pun. Titik penyelaman SD ini memiliki topografi berbentuk diding miring yang semakin turun ke laut dalam. Pada kedalaman  25-30 meter bisa ditemukan hewan-hewan pelagics seperti barracuda, mola-mola, dan tuna.

Hari berikutnya kami menyelami Manta Bay dan Mangrove. Berkali-kali Wakary berkata bahwa Mangrove adalah dive spot favoritnya “Karangnya bagus sekaliii”, ungkapnya dengan bersemangat. Paginya kami menuju Manta Bay dengan harapan besar bisa bertemu si cantik pari manta. Sungguh pari manta adalah hewan yang sangat anggun di mata saya, gerakannya gemulai seperti terbang di bawah laut. Perlu kalian ketahui bahwa pari manta adalah hewan yang cerdas, ia memiliki volume otak yang lebih besar daripada hewan laut lainnya. Membayangkan bisa melihat manta dengan jarak sangat dekat sudah membuat saya antusias. Tapi memang keberuntungan belum berpihak, saya hanya bisa membayangkan bertemu pari manta di bawah laut. Faktanya ketika kami turun ke bawah, tidak ada satupun manta yang kami temui. Jenis manta yang biasanya ditemui di Manta Bay adalah Manta alfredi yang berukuran 1-2 meter. Karang di Manta Bay pun sudah jadi rubble. Swell mengombang-ambingkan tubuh kami di kedalaman sampai 18 meter. Mual sudah saya di bawah sana, bahkan beberapa teman saya masih mual ketika naik ke permukaan. Kekecewaan saya terbayar tuntas dengan penyelaman selanjutnya yaitu dive spot Mangrove. Kabel-kabel raksasa yang sudah ada dari jaman dulu menambah keindahannya. Karangnya sangat cantik, banyak, beragam, dan berwana-warni. Di mangrove ini, sepenuhnya kami melakukan drift dive dengan arus yang lebih kuat dari dive spot SD kemarin. Seperti terbang tanpa tau tujuannya karena hanya mengikuti arus membawa saya kemana. Visibility-nya pun sangat bagus sekitar 20 m.

Pada hari ketiga, destinasi titik penyelaman kami ialah Buyuk dan Toyapakeh. Dengan arus yang sedang, di sini saya harus mengayuhkan fins untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Bentuk karang di Buyuk ini hampir mirip dengan SD yakni slope, sedangkan suhu airnya cukup hangat 29 derajat. Saya melihat penyu raksasa berukuran sekitar 1 meter. Siangnya kami menuju titik penyelaman Toyapakeh. Toyapakeh memiliki bentuk topografi slope dan wall. Arus membawa kami dari daerah slope ke daerah wall yang semakin ke bawah semakin dalam. Biasanya daerah wall jarang diselami karena tempat perkawinan ikan, sehingga kalau bisa dihindari supaya tidak menggangu ikan-ikan. Akan tetapi arus yang kuat membawa kami ke daerah itu, berenang melawan arus adalah usaha yang sia-sia. Bahkan, agar tidak terseret arus ke laut dalam, kami harus berenang dekat dengan dinding-dinding karang tersebut. Untuk sekedar mengerem tubuh supaya bisa melihat biota-biota laut yang ada pun sulit. Tapi, segalanya menjadi sebuah pengalaman menyenangkan dan tak akan pernah saya lupakan. (Istria Rimba)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.