Santo Pedro? Taman Nukila? Jikomalamo?, nama-nama itu selalu terngiang sedari seminggu lalu sebelum hari ini, aku dan 2 orang teman ku berangkat menuju kota tempat “rempah-rempah” yang mendunia dihasilkan, ya, Kota Ternate. Burung besi yang membawa kami terbang melintasi pulau-pulau Indonesia mendarat sekitar pukul 07:00 WIT di Bandara Udara Sultan Babullah.

“Haris”, ujar lelaki berkulit hitam ramah sambil menjabat tangan saya.

“Ohh iya bang benar, saya Haris”, balas ku dengan senyum kebingungan.

“Bukan bang, kitorang punya nama Haris”, berusaha menjelaskan dengan logat khas Ternatenya.

“Ohh hahaha ya saya juga Haris, jadi kita berdua Haris ya”, balas ku lagi dengan penuh tawa.

Kami langsung diantar menuju tempat singgah untuk beberapa hari kedepan. Kami bertiga ikut dalam acara Jambore Selam & Kongres dari Forum Penyelam Mahasiswa Indonesia (FoPMI). Acara rutin tahunan ini dihadiri oleh banyak penyelam mahasiswa dari seluruh Indonesia, dan yang pasti acara utama yang semua tunggu-tunggu adalah MENYELAM!! Haha. Ngomong-ngomong tentang tempat tinggal, untuk jambore kali ini tempat kami menginap sangatlah unik. Sepanjang perjalanan kami bertanya-tanya, pada petunjuk teknis acara tertulis Fort Oranje. Sepintas  seperti nama pelabuhan, dan ternyata kami akan menginap di Benteng bekas bangsa Portugis! Sepertinya perjalanan kali ini akan sangat menyenangkan sekaligus menyeramkan, mungkin.

FORT ORANJE

Sama seperti acara forumnasional lainnya, hari pertama diisi dengan sambutan-sambutan dari panitia penyelenggara dan pejabat kampus setempat. Kali ini Universitas Khairun (Unkhair) yang menjadi tuan rumah untuk acara Jambore & Kongres FoPMI 2018. Sedari pagi semua peserta sudah dibawa menuju kampus dari tempat menginap, Kota Tertnate menurutku lumayan padat untuk ukuran sebuah pulau yang terlihat kecil di peta. Dengan segala kesibukan masyarakatnya dan musik “24 jam” mereka, membuat panasnya Kota Ternate semakin terik dan asik. Serangkaian upacara pembukaan yang apik disuguhkan untuk kami orang-orang awam yang belum mengenal budaya dari daerah kelahiran Enrique Maluku ini. Satu persatu sambutan selesai dan diakhiri dengan sesi foto seperti biasanya. Setelah kegiatan sambutan tadi pagi, panitia mengajak kami untuk berkeliling kota. Seharian kami disuguhi pemandangan apik dari pulau-pulau sebelah dengan hamparan lautan yang luas, dan sorenya kami habiskan foto bersama di bawah landmark kota Ternate.

FOPMI

Terlepas dari semua kegiatan Jambore & Kongres FoPMI kali ini, sebenarnya yang membuat saya tertarik untuk datang ke Kota Ternate adalah sejarah dan keindahannya. Menurut buku yang saya baca “Manusia Pertama Yang Mengelilingi Dunia Adalah Orang Indonesia“, dikatakan tanah Maluku menghasilkan banyak sekali rempah-rempah yang dapat membuat bangsa-bangsa Eropa gelap mata berlomba-lomba untuk menjarahnya. Salah satu komoditi yang terkenal adalah cengkeh, di Ternate masih ada 5 pohon Cengkeh Avo. Cengkeh Avo merupakan cengkeh tertua yang ada di dunia saat ini, ukuran batangnya yang tidak cukup dipeluk oleh 5 orang dewasa semakin membuktikan bahwa pohon ini telah menjadi saksi peradaban Bumi Maluku. Karena banyaknya bangsa Eropa yang berbomdong-bondong datang ke Maluku, maka tidak heran banyak situs peninggalan bangsa Eropa yang terpencar di beberapa pulau. Seperti salah satunya yang menjadi tempat kami menginap Fort Oranje¸ Fort Ambon di Ambon, dan beberapa alat perang yang tidak dibawa oleh bangsa Eropa yang terpendam di dalam laut pulau Morotai.

“Eh Haris kau menginap di Fort Oranje kan?, disana ada sanggar seni tempat biasa aku latihan dengan anak-anak”, ujar kawan bang Adlun dengan logat yang khas.

“Iya bang, ahhh boleh lah ajak kitorang liha-lihat disana”, jawabku dengan menirukan logat setempat.

Maluku memiliki banyak kesenian khas daerah yang sangat unik. Tak lama sepasang anak kecil menari gemulai nan romantis di tengah-tengah sanggar. Tarian Gala namanya. Tarian yang merupakan tarian khas Maluku ini merupakan kesenian yang sudah ada sejak zaman dahulu kala dan dilestarikan turun-temurun. Tarian ini konon katanya merupakan Tarian dari kerajaan yang berfungsi sebagai tarian pencari jodoh. hahah. Arti ”Mencari Jodoh” itu digambarkan dengan aturan tarian ini, yaitu penari harus saling berpasangan dengan lawan jenis dan para penari harus saling menggoda dengan tarian kepada lawan tarinya, bagaimana mblo? Tertarik? Hahah. Alat musiknya tidak kalah unik, salah satu alat musik yang membuat saya tertarik adalah Tifa, atau sejenis gendang yang mempunyai suara unik berbeda dengan gendang lainnya.

Tifa

Saking banyakanya pesona yang diberikan oleh Kota Ternate, saya hampir lupa mengulas keindahan bawah lautnya. Hari pertama saya dan teman-teman disuguhkan keindahan dari “Terminal bawah laut” Taman Nukila, disana terdapat area terminal bus yang sengaja ditenggelamkan untuk menjadi wahana bawah air. Bus, Motor, Kapal menjadi tempat kami bermain dibawah air. Hari berikutnya kami menyelam di Pantai Falajawa. Jika pada umumnya pantai di suatu daerah berada di pinggiran kota, beda dengan Ternate yang dimana pantainya berada pas dekat pusat perkotaan. Kami disuguhkan dengan monumen bawah laut bertuliskan “I LOVE TERNATE” dan beberapa hewan eksotis.

TAMAN NAKULA

Hari selanjutnya kami mendapat kesempatan untuk mencicipi sensasi wall diving yang menakjubkan di bawah pemandangan “Seribu Rupiah”, ya, itu loh gambar pemandangan yang ada dibalik uang Seribu Rupiah. Pemdangan tersebut diambil dari Pantai Fitu, dari Pantai Fitu terlihat jelas Pulau Tidore dan Pulau Maitara yang bersebelahan persis seperti pada uang Seribu Rupiah. Tidak hanya pemandagannya yang diabadikan akan tetapi keindahan bawah lautnya juga menyihir kami tanpa kedip, Eagle Rays berenang bebas diatas saya saat kami mengelilingi bawah laut Pantai Fitu. Ahhh, rezeki ujarku dalam hati. Hari terkahir kami diajak melihat dive spot primadona dari Kota Ternate, Jikomalamo. Ditemani Pulau Hiri yang mengawasi kami saat menyelam, semua keindahan kami nikmati dengan hikmat. Nudibranch, Boxing Crab, Sea Fan, Mantis Crab menjadi penghuni bawah laut penutup untuk kami di Kota Ternate.

Ternate dengan segala pesonanya akan selalu menjadi permata Indonesia, kota yang selalu ceria ini akan selalu menjadi saksi sejarah kelam penjarahan rempah-rempah bangsa Eropa, dan pelayaran mengelilingi dunia Enqrique Maluku yang melegenda. Jadi, kapan kitorang balik ke Maluku?SECENG

Categories: Catatan Perjalanan

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.